Senin, 24 Februari 2014

Batik dari Tanah Air yang kucinta



Elok rupawan
Sungguh tak terselami keindahan corak khasmu
Warna di setiap lekukan terpancar kemurnian
Yaitu milik Bangsa Indonesia

Indonesiaku
Terdiri dari bermacam-macam keanekaragaman
Dari budaya,suku,ras,bermacam-macam agama
Kami tetap Bhineka Tunggal Ika

Senantiasa kami menjaga keharmonisan
Untuk menjaga kerukunan bangsa tercinta
Kami cinta Indonesia
Kami bangga terlahir sebagai warga negara Indonesia

Wahai Batik
Kau warisan leluhur yang tak kan terlupakan sepanjang abad
Dari rayon,sutera,poliester dan bahan sintetis lainnya
Kau gunakan sebagai motif batik

Batik Tulis
Batik Cap
Batik Lukis
Nilaimu luar biasa sempurna

Akan selalu kujaga kemana kau berada
Kurawat,kucuci,kusetrika
Hingga aman dan terjaga
Seperti baru kubeli

Inilah mengapa ulang tahunmu
Selalu di rayakan dengan gegap gempita
Karena kami mencintaimu
Dengan setulus hati kami

Ini ungkapan rasa bahagiaku
Terhadapmu
Betapa bersyukurnya aku
Akan negara Indonesia

Batikku
Dari Tanah Air yang kucinta
Dia adalah lambang berharga
Bagi negeri

COLLISMERLIN MYSTERY



Golden’s Car melaju memasuki area terpencil, tersebutlah Dennis merapikan surat-surat rekomendasi sebagai riset di sebuah rumah kecil jauh dari keramaian kota. Perlahan-lahan membaca seluruh isi keseluruhan naskah tertulis rapi, terlilit amplop tebal, lengkap cap pos. Sambil menikmati jalanan tak beraspal, berliku-liku, bebatuan mengganggu kenyaman perjalanan. Sungguh misi merempongkan. Tak di sangka menelusuri area tak bertuan memicu timbulnya bulu kuduk merinding. Meski tingkap langit bersinar menghangatkan pohon-pohon berjajar rapi saling berdempetan.
            Pedalaman demi langkah merujuk lokasi bangunan tua jarang di huni oleh siapapun. Sambutan ‘selamat datang’  terucap lelaki paruh baya tidak lain penjaga rumah tersebut. Dia memandu memperkenalkan segala macam bentuk cerita mistik dan keanehan rumah angker di beri nama ‘Havernalize’ menguak misteri belum terpecahkan hilangnya Collismerlin.
            Sang penjaga membukakan kamar bermalam, kondisi masih terurus dan dirawat dengan baik dan benar. Dennis menyapu kedua bola mata mengamati ruangan kosong tertinggal propeti.
            “Tuan, jika ada yang perlu panggilan saja... saya akan bantu...!”
            “Ya,Pak.”
            “Selamat malam,”
            Kini tinggal Dennis menata perangkat dektetif.
            Tertuang pemikiran ramuan pengubah intan murni menjadi topik kontroversial Dennis. Penilaian rakyat dan publik cairan formulasi karya Professor Kim hanya sebuah bualan belaka. Banyak di antara penyidik sering melakukan penelitian tetapi tak ada hasilnya. Seandainya Professor masih hidup kita tahu jelas kandungan zat kimia di pakai selama eksperimen.
            Sepeninggal kematian professor terbujur kaku di laboratrium. Bekas benjolan luka akibat ledakan kesalahan komposisi, tercatat konsentrasi pemanasan serbuk arang, asam nitrat,glyserin,air raksa melalui spirtus. Hal menggelitik tumpukan barang berserakan di temukan kain-kain rombeng asing tepat di bawah meja. Penyelundupan diam-diam tak berpengaruh penjaga di luar. Namun Dennis tetap bersiaga.
            Larut kian mencekam, kesunyian memburu rasa kantuk menggerogoti tubuh. Angin semilir membangunkan serigala menggonggong menyuarakan raungan ngerinya. Dennis menepuk-nepuk sendi panggul kecapaian berjongkok mengambil sampel di masukan kedalam lilitan plastik mungil.
            Bangkit tegak mundur beberapa langkah, pijakan kaki kiri ‘push on’ mengendalikan tembok berputar sembilan puluh derajat. Alih-alih mediasi rahasia menghubungkan mesin tua lama tak terpakai. Suasana gelap di temani pencahayaan lampu senter. Setapak berjalan derap kaki menjijitkan perlahan.
            Dennis meraba-raba tembok berharap pencahayaan mampu menyeimbangkan penglihatan.
            “CEKLEK”
            Lampu menyala berurutan, ternyata tempat ini sarana pembuatan intan. Bagaikan tambang terbengkelai tak di pakai. Kini tinggal serpihan intan terkapar di lantai berbatu. Tiba-tiba seorang di belakang Dennis menghunuskan senapan angin hampir mengenai pipi kiri. Alhasil meleset, Dennis menoleh terbelalak kaget setengah mati.
            “Sudah kuduga... Dektetif ikut campur...”
            Pikiran Dennis melayang memikirkan kata kunci sampel kain rombeng, cairan intan, bekas ledakan. Jejak sidik jari tak bisa di tipu, ini konspirasi penjaga rumah tak lain Henri. Disinilah pertengkaran sengit terjadi di mesin tua. Hantaman silat lihat layaknya pria macho berlaga dalam action.
            Kepalan bogem.
            Siku terangkat meluruskan kaki sejajar anyunan tendangan memutar balik lawan.
            Koprol.
            Melompat.
            Menghindari.
            Hingga Dennis mengirimkan sinyal ke gelombang satelit tanda S.O.S bahaya.
            Pagi buta telah menjadi saksi penangkapan kembali. Sang Hakim tak mampu berkata apapun selain menjatuhkan hukuman mati.

Walnutz



Dari kisah pernah ada...
Dia berlari mengejar sebuah cahaya...
Pertemanan untuk selamanya...

            Pagi...berlari diladang meliuk-liukan tarian lihai. Walnutz berlari mengejar-ngejar capung menghinggapi dahan.
            Kasat mata baginya...
            Kiblat tak bisa membohongi endusan tajam...
            Dennis tampak menikmati keanggunan peternakan.
            Bekerja menekan setiap mesin-mesin canggih beroperasi menggerakan kecepatan otomatis. Dia melihat seperti berdendang tanpa beban memenuhi raut muka berseri.
            Masih diladang, Walnutz semakin jauh dari peternakan. Mengikuti deras aliran sungai, benda asing di bola matanya menggoda pikiran. Hingga bertemu sosok misterius sebangsa anjing tak pernah tahu datang darimana asal-usul.
            Keseimbangan alam menerpa gundikan kalbu di benak Dennis, seharian penuh tak terasa terlewatkan. Ia mencari-cari Walnutz usai bekerja, seperti biasa hewan lucu menyukai petak umpet di hutan.
            Berjalan memijak bebatuan...
            Meneriaki anjing kesayangan menemani...
            Tiba senja menjemput hari istirahatnya...
            Tampaklah kunang-kunang...
            Membentuk bayangan anjing dahulu terkenal menyanyat hati...
            Sanubari membantin...
            Inikah Ipit?
            Keluar dari semak belukar meronta-ronta seperti menggoyangkan kegirangannya. Walnutz mengagetkan keyakinan Dennis. Memborong Walnutz pulang ke rumah memikirkan perkataan-perkataan Indah untuknya.

Kamis, 03 Oktober 2013

Ketika Aku Pergi



          Read Sample Saat Air Mataku Gerimis

             Study tour diluar kota sangat menantang. Aku menyediakan berbagai notebook dan sticky note di dalam tas ransel. Ketika aku merogoh – rogoh mencari ponsel, kontakku tertuju pada telepon rumah . Awalnya menunggu dering suara telepon , ketika diangkat terdengarlah suara Adikku. Aku mulai menanyakan kabar Ipit ‘ apa dia sudah diberi makanan ’ terlintas ucapan Adikku yang mendingin kan hatiku bahwa ia sudah memberikan makanan untuk Ipit.
            Berbarengan dengan rombongan kontingen , aku menikmati berbagai wahana dan suasana belajar di Kota Terang. Rasanya penat sehabis belajar di sekolah terobati dengan menikmati semua jadwal acara yang telah aku lewati.
            Sorenya menuju pulang ke rumah tercinta , mendadak kemacetan menghalangi kami saat melewati jalan tol tembusan. Terpaksa , aku dan rombongan kontingen menginap di hotel.
          Seperti rumah biasa pada umumnya. Namun ruangannya panas dan tidak ada pendingin ruangan. Aku berpikir jika jendala ruangan ku buka maka suasananya akan menjadi lebih enak. Alhasil , rasanya masih saja panas dan membuatku keringatan. Aku berinisiatif keluar dari kamar, di serambi aku hanya duduk – duduk terdiam memandangi keadaan di sekitarku.

            Memang pilu , semua penginap tertidur lelap. Aku hanya di temani benda–benda mati serta semilir angin malam yang tidak begitu dingin. Disamping kamar tidak jauh dari tempat dudukku, ia membuka pintu. Rambutnya acak–acakan tidak karuan dan memakai baby doll.
            “ Kau tidak tidur?”
            “ Ruangannya panas Mbak” mengecilkan suara.
            “Kalo gitu sama” dengan tersenyum datang duduk bersamaku menemani aku berbincang – bincang hingga tak terasa subuh mengakhiri tengah malam. Rasa kantukpun datang begitu saja, kami berdua mengakhiri perbincangan.
            Jam ponsel berbunyi kencang, aku tak menyadari bahwa jam menunjukkan pukul 07.00 dan pada saat itu perjanjian rombongan sudah berkumpul diarea parkiran. Sedangkan aku tidak melakukan persiapan apapun. Aku hanya memakai pakaian tanpa mandi. Dan sebagai tambalannya ku semprot minyak wangi menggoda dengan aroma semerbak. Secepat mungkin aku berlari menghampiri para kontingen. Ketika pintu bus mau ditutup , kedua kakiku menancapkan kekuatan ekstra hingga aku berhasil naik keatas tangga bus. Dan berhasil aku tidak di tinggal.